“Menikah di usia 77 tahun? Ow…. Sudah tua koq menikah lagi? Nikmati masa tua aja, mengurus cucu dan buyut ..koq masih terpikir menikah lagi”.
Inilah segelintir komentar yang sering
kita dengar, tatkala seseorang berusia sepuh yang mengajukan niatnya untuk
menikah lagi.
Menikah di usia sepuh
-- topik yang ingin saya angkat dalam artikel ini.
Cerita berawal saat pemilu
kada 9 Desember 2015 yang lalu. Kebetulan saya terdaftar sebagai pemilih di tempat
tinggal saya yang lama. Sudah sekitar 4 tahun saya menempati rumah baru,
sementara urusan administrasi kependudukan saya masih terdaftar di tempat
tinggal saya yang lama. Masih wajar kan karena rumah itupun masih milik saya.
Dan begitulah singkat cerita. Saya pergi ke TPS, bertemu para mantan tetangga..
yaa ber reuni lah kita, setelah sekian lama tidak jumpa mereka. Kami saling menanyakan
kabar masing masing dan berbuntut pada update news J. Dari banyaknya berita dari
mantan tetangga, sepertinya yang paling heboh dan menarik perhatian adalah tentang
mantan tetangga yang akan segera menikah lagi di usia yang tergolong sepuh 77 tahun.
Seorang nenek berusia 77 tahun hendak naik pelaminan lagi
setelah suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebagian besar masyarakat
mencemoohkannya dengan aneka komentar pedas seperti yang saya sebutkan di atas.
Termasuk anak anak dan cucu cucunya semuanya berkomentar miring. Bahkan ada
anaknya yang berkomentar bahwa mamanya bikin malu saja, seolah sebegitu besar
aib yang mencoreng keluarga mereka saat sang mama yang berusia 77 tahun akan kembali
membina rumah tangga setelah suaminya pergi menghadap Yang Maha Kuasa.
Sang nenek ini secara fisik memang masih fit, masih lincah
dan masih aktif juga berwiraswasta. Pokoknya masih gesit lah dengan kondisi finansial
yang berkecukupan. Kalau diihat penampilan secara fisik juga biasa saja. Tidak
terlihat genit ataupun berusaha memancing perhatian lawan jenis. Semuanya
berlangsung biasa dan wajar wajar saja. Almarhum suaminya juga mantan pegawai
salah satu bank pemerintah dan punya jabatan. Anak anaknya sudah pada mandiri
dan tergolong berhasil, walaupun terlalu dini untuk menyebutnya sukses. Anak
tertua adalah seorang dokter spesialis, anak yang lainnya juga pada hidup dengan
berkecukupan dan punya kedudukan di instansi masing masing tempat mereka
bekerja. Semua anak anaknya sudah mandiri dan memiliki rumah sendiri. Sang Nenek ini mendiami rumahnya yang juga merangkap tempat kost. Rumah tinggal yang dibangun bersama almarhum suaminya.
Rumah dengan 30 kamar yang sebagian besarnya dikostkan. Ya, kebayang kan
kemampuan finansialnya. Dan terlebih dari semua itu, sang nenekpun masih
dikaruniahi kesehatan yang bener bener fit. Pergi ke pasar masih mampu naik
angkot, membawa belanjaan sendiri, padahal yang bersangkutan punya kendaraan sendiri
bahkan sanggup menggaji sopir. Tapi begitulah si oma. Katanya dia perlu untuk
selalu beraktivitas fisik untuk menunjang kesehatannya.Ya kira kira segitulah
saya menggambarkan kondisi sang calon pengantin wanita.
Selanjutnya semuanya berlangsung wajar wajar saja, tiba tiba
menjadi bagai petir di siang bolong, kala wanita berusia sepuh 77 tahun inipun
mengajukan niatnya untuk membina rumah tangga lagi yang katanya dengan mantan
kekasihnya saat mereka masih di bangku SMA. Pria sepuh yang juga sudah menduda
sejak istrinya meninggal beberapa waktu yang lalu .. *so sweeeeeet deh*
So… apakah ini salah? Apakah ini termasuk suatu aib jika ada
pernikahan lagi pada usia yang sudah seperti itu?
Oia, ulasan saya dibawah ini adalah dalam kaitannya dengan
pernikahan dengan beda usia yang wajar ya… Bukan pernikahan dengan beda usia
yang terlalu jauh… Seperti sang nenek menikahi brondong ataupun sang kakek
menikahi perempuan yang mungkin seusia anaknya.
Lanjuuuuuut -----
Sekarang ini masih banyak anggapan bahwa menikah itu erat
kaitannya dengan kebutuhan sex agar supaya selalu dapat tersalurkan. Jadi bagi para
janda yang sudah mengalami menopause sepertinya tidak layak untuk menikah lagi. .untuk
apa menikah lagi?? . Tua tua koq masih doyan sex. Apakah hanya sesempit itu
konsep kebanyakan orang tentang pernikahan? Apakah suatu aib jika seseorang berusia
lanjut masih ingin mencari pendamping hidup (Dalam hal ini dengan perbedaan
usia yang wajar)
Tapi sebetulnya kenapa sih, orang tua yang sudah sepuh koq
masih pingin menikah? Gejala masyarakat apa pula ini? Yuk simak ulasannya
Menikah agar kehidupan menjadi semakin bermakna dan agar
tidak kesepian
Pernahkan dibayangkan, seorang tua yang masih fit kesepian
di rumah. Suatu hal yang sulit untuk bercengkerama dengan anak anak, karena anak anak
juga sudah sibuk dengan urusan keluarga mereka masing masing. Bahkan banyak
yang sudah tinggal di tempat yang berbeda. Katakanlah walaupun masih tinggal serumah, juga perhatian anak anak sudah terbagi dengan keluarga mereka..
Sementara jika berinteraksi dengan cucu cucunya juga kadang sudah tidak ‘nyambung’
lagi (kebanyakan loh yaa). Apalagi jika cucunya sudah beranjak dewasa. Cucu cucu sudah ogah berlama
lama ngobrol sama orang yang sudah tua.. Entah mereka mungkin sibuk dengan
urusan mereka, atau pula merasa komunikasi sudah tidak nyambung karena mereka
hidup dalam jaman yang berbeda. ‘Bahasa’ dan tata cara sudah berbeda.
Orang tua tidak harus menjadi ‘baby sitter’ bagi cucu cucunya ataupun menjadi supervisor baby sitter bagi buyutnya.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk menghabiskan masa tuanya,
seorang tua sebaiknya menghabiskan waktunya dengan cucu atau buyut saja.. Wow, nenek bukan
baby sitter ataupun supervisor baby sitter. Sudah cukup nenek dulu mengasuh anak, menyekolahkan mereka
dan bahkan mengantar mereka hingga ke pelaminan, masa’ masih dijejelin lagi dengan
ngemong cucu/buyut? Wow..kalau nenek bermain dengan cucu atau buyut sih wajar wajar saja,, tapi
bukanlah suatu kewajiban bahwa sang nenek harus menjadi “baby sitter” ataupun supervisor baby sitter bagi cucu/buyutnya .
Orang yang sudah tua juga butuh seseorang untuk tempat berbagi suka dan
duka
Banyak orang beranggapan bahwa tempat berbagi suka duka sang orang tua adalah
kepada anaknya.. Tapi.. wow tidak semudah itu. Apakah anak anak punya waktu
untuk selalu melayani orang tuanya? Mendengarkan aneka cerita dari sang orang
tua, menemani orang tuanya ngobrol, menemani makan dan lain sebagainya, sementara
sang anak sedang sibuk sibuknya berkarir, mengejar target dan hal hal lain yang
membutuhkan pencapaian.. Yaa sepertinya tidak ada waktu lah ya.Trus kemana orang tua akan berbagi suka dan dukanya? Masa’ nonggo
ke tetangga
Sanggupkah sang anak melayani kebutuhan orang tuanya yang
bersifat sangat pribadi sekali?
Sanggupkah seorang anak laki laki melayani kebutuhan pribadi
sang mama, atau demikian pula sebaliknya sang anak perempuan melayani kebutuhan
pribadi sang papa? Mengharapkan menantu.??. Aha tidak semudah itu, walaupun masih ada juga mantu yang bersedia melakukan
hal tersebut. Tetapi tidak banyak. Sementara dalam urusan melayani kebutuhan
pribadi, sang pasanganlah yang akan selalu siap sedia, suka rela dan selalu siaga untuk melakukannya.
Renungkanlah hal ini jika anda termasuk orang yang menentang pernikahan usia
sepuh.
Sex sudah bukan hal
yang utama bagi pernikahan usia sepuh
Dalam hal ini saya bicara tentang pernikahan yang wajar, dimana sepasang orang
tua sepuh yang berniat membina rumah tangga lagi. Jadi bukan pernikahan terpaut
usia yang sangat jauh Ya… mau ngesex
gimanaaa… suami juga sudah tua. Fisik sudah tidak mumpuni, demikian halnya sang
nenek juga sudah menopause. He hehe
Pernikahan adalah sesuatu yang suci
Tidak peduli usia berapa. Pernikahan adalah sesuatu yang
suci. Ketika semua tahapan dilalui dengan wajar. Misalnya sang perempuan tidak
merebut suami orang demikian pula sebaliknya. Sang pria tidak merebut istri
orang. Jika kedua belah pihak dalam status sendiri dan sepakat untuk hidup
bersama, saling mengisi, saling membahagiakan di usia sepuh. Apa salahnya?
Ya kira kira hal seperti itulah yang perlu menjadi pertimbangan
jika suatu saat nenek atau orang tua anda mengutarakan niatnya untuk membina
rumah tangga lagi setelah beberapa waktu ditinggal pasangannya. Janganlah menganggap
hal itu tabu, memalukan dan lain sebagainya. Berusahalah berempati dengan
mereka dan seandainya anda menjadi mereka.
Yang perlu dipertimbangkan hanyalah kriteria calon pasangannya
saja. Apakah betul betul seorang yang baik dengan niat yang tulus untuk benar benar menjadi teman berbagi dengan orang tua kita.
Semoga tulisan ini dapat menjadi pencerahan
Tuisan ini saya turunkan, karena kepedulian saya terhadap
kehidupan orang tua yang kesepian ditengah tengah kesuksesan anak anaknya. Juga
kepedulian saya terhadap anggapan masyarakat yang terlalu ekstrim terhadap
orang tua yang ingin menikah. Aha tentu saja ini menyangkut pernikahan yang
wajar ya… kakek kakek menikah sama nenek nenek, bukan pernikahan dengan selisih usia yang terlalu jauh.
No comments:
Post a Comment