Ketika biduk rumah rumah tangga sudah goyah, ketika suasana
rumah seperti neraka, ketika kekasaran dan kekerasan baik fisik maupun psikis sudah
menghiasi mahligai rumah tangga, haruskah kaum wanita diam dan menerima
semuanya dengan penuh kesabaran, tawakal dan berlapang dada?
Maaf tulisan ini bukan bermaksud pro perceraian, tapi hanya
memberikan beberapa masukan untuk menjadi bahan pertimbangan guna pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan keadaan rumah tangga.
Saya memang bukan psikolog, bukan konsultan pernikahan dan
lain sebagainya. Ini hanya sekedar sharing pengalaman saya selama proses mengambil keputusan untuk berpisah karena
pernikahan saya sudah sangat sulit untuk
diselamatkan.
Semoga pertimbangan saya dibawah ini dapat menjadi masukan untuk keputusan kelanjutan rumah tangga anda.
Yang harus diingat adalah apapun keputusan yang diambil
selalu ada yang dikorbankan. Dalam ‘membeli’ sesuatu, kitapun harus ‘membayar
‘dan terkadang membayar dengan sangat mahal.
Berikut ini adalah dampak perceraian dalam berbagai aspek
Dampak bagi perkembangan
anak.
Perkembangan psikologis anak akan sangat terpengaruh dengan
adanya perceraian, tetapi bukan juga berarti bahwa anak tidak akan tumbuh
dengan psikologis baik jika diasuh oleh orang tua tunggal. Secara umum, anak memang
akan kehilangan kasih sayang ayah kandung. Tetapi hanya sesederhanakah itukah
penyelesaiannya? Pernahkan terpikir akan psikologis anak jika dia tumbuh dalam
keluarga yang tidak harmonis. Mengalami langsung kekerasan demi kekasaran dan
pelecehan ayahnya terhadap ibunya. Akankah itu tidak mempengaruhi
psikologisnya, hanya untuk ‘berjuang’ agar dia tumbuh dengan orang tua yang
lengkap? Bukan tidak mungkin juga kekesalan pasangan bisa dilampiaskan kepada sang anak. So, pikirkanlah. Jika pembiaran ini dilakukan, bukankah kita juga punya andil dalam pembentukan
mental anak? Apakah tidak sebaiknya anak
dibesarkan oleh orang tua tunggal tetapi melimpahkannya dengan kasih sayang
yang berkualitas prima, daripada dibesarkan dengan orang tua lengkap tetapi malah
memperburuk psikologisnya?
Dampak pada kehidupan
social
Banyak orang takut bercerai, hanya karena takut menjadi
bahan omongan orang. Takut dengan cibiran orang. Terus bertahan hanya semata
mata untuk hal ini? Siapapun dia,pasti tidak ingin menjadi bahan gunjingan
orang.Tetapi apa daya jika keutuhan rumah tangga tidak mampu dipertahankan.
Konsekwensinya. Semua memang ada ‘harganya’ . Tetapi kembali ke diri masing
masing, karena jika terjadi kesulitan yang menanggungnya adalah diri sendiri.
Masyarakat hanya sebatas tukang komentar
dan banyak yang hanya melihat dari sisi buruk saja. Selanjutnya,jika
segala ketidak nyamanan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, akankah
masyarakat turut merasakannya?
Dampak terhadap
kreativit
Kenapa saya bilang begitu?
Mungkin selama ini pasangan melarang sang istri untuk bekerja. Semata mata
karena cemburu.? Dan haruskah sang istri menyerah mengikuti kemauan pasangan
agar dapat memperoleh predikat istri yang baik? Semuanya bisa oke oke saja,
sebatas pasangan mampu berperan dengan
sebagaimana mestinya, menjadi kepala rumah tangga dan menafkahi keluarga.Dalam
hal ini tentu saja nafkah dalam batasan yang wajar, bukan yang berlebihan. Pikirkanlah apakah kemampuan yang anda miliki seolah ‘terpasung’
akibat pengekangan dari pasangan?
Dampak Financial
Bagaimanapun juga masalah financial harus menjadi bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk bercerai. Banyak hal yang dapat
dilakukan jika financial dalam keadaan ‘longgar’. Maaf, bukan sok matre, tapi
inilah dunia. Siapkah anda jika harus membiayai sendiri segala kebutuhan hidup
dan biaya pendidikan anak? Jangan pernah
berharap akan keputusan pengadilan yang memutuskan (mantan) suami berkewajiban
untuk memberikan tunjangan anak . Bagaimana jika keputusan ini diingkari? menuntut dipenadilan lagi demi hak?
Kesimpulan.
Hal paling utama yang saya sarankan adalah berupaya untuk
melakukan rekonsiliasi dengan pasangan, agar rumah tangga bisa kembali utuh.
Tetapi jika deadlock, perhatikan kondisi kondisi dibawah ini yang menunjang perpisahan.
Kondisi kondisi dibawah ini adalah hal hal yang menunjang perceraian. Ingat !!! keputusan perceraian itu 'mahal' harganya.:
- Jika keadaan rumah tangga sudah terlanjur kisruh sehingga suasana sudah sangat tidak kondusif untuk perkembangan anak. Misalnya jika sudah ada KDRT didepan anak
- Jika sudah merasa mampu untuk menghadapi pandangan orang secara umum, terutama mampu menghadapi omongan orang tentang orang tua tunggal
- Jika merasa kreatifitas hilang dan mampu berbuat banyak setelah memilih berpisah dengan pasangan
- Jika merasa mampu secara finansial untuk menafkahi diri sendiri dan anak, Sekali lagi jangan pernah mengharapakan keputusan pengadilan tentang nafkah yang akan diberikan (mantan) suami pasca perceraian. Jika (mantan) pasangan menepati janjinya, semuanya akan berjalan oke oke saja. Pikirkanlah jika dia mengingkari keputusan pengadilan. Memang dia bisa dituntut, tapi bukankah juga membutuhkan banyak 'energi' guna menyelesaikan masalah ini
Jika anda tidak pada kondisi seperti yang saya sebutkan di atas, hendaklah berpikir lagi untuk berpisah, karena pada akhirnya anda dan anak yang akan menghadapi situasi yang sangat sulit bahkan lebih sulit dibanding tetap bersama,
Tetapi lepas dari semua itu, kita kembali pada soal Cinta yang tidak penah menuntut, rela memberi tanpa mengharapkan balasan, rela berkorban secara ikhlas. Jika anda masih dan sangat mencintai dia, biarkan naluri dan hati anda yang bicara.
"Pikirkan berkali kali untuk mengambil keputusan bercerai, karena perceraian tidak selalu dapat menyelesaikan masalah"
Simak juga:
No comments:
Post a Comment