Wednesday, December 16, 2015

Menikah di usia sepuh bukan hal yang memalukan

“Menikah di usia 77 tahun? Ow…. Sudah tua koq menikah lagi? Nikmati masa tua aja, mengurus cucu dan buyut ..koq masih terpikir menikah lagi”.
Inilah segelintir komentar yang sering kita dengar, tatkala seseorang berusia sepuh yang mengajukan niatnya untuk menikah lagi.



Menikah di usia sepuh -- topik yang ingin saya angkat dalam artikel ini. 

Cerita berawal saat pemilu kada 9 Desember 2015 yang lalu. Kebetulan saya terdaftar sebagai pemilih di tempat tinggal saya yang lama. Sudah sekitar 4 tahun saya menempati rumah baru, sementara urusan administrasi kependudukan saya masih terdaftar di tempat tinggal saya yang lama. Masih wajar kan karena rumah itupun masih milik saya. 

Dan begitulah singkat cerita. Saya pergi ke TPS, bertemu para mantan tetangga.. yaa ber reuni lah kita, setelah sekian lama tidak jumpa mereka. Kami saling menanyakan kabar masing masing dan berbuntut pada update news J. Dari banyaknya berita dari mantan tetangga, sepertinya yang paling heboh dan menarik perhatian adalah tentang mantan tetangga yang akan segera menikah lagi di usia yang tergolong sepuh 77 tahun.

Seorang nenek berusia 77 tahun hendak naik pelaminan lagi setelah suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebagian besar masyarakat mencemoohkannya dengan aneka komentar pedas seperti yang saya sebutkan di atas. Termasuk anak anak dan cucu cucunya semuanya berkomentar miring. Bahkan ada anaknya yang berkomentar bahwa mamanya bikin malu saja, seolah sebegitu besar aib yang mencoreng keluarga mereka saat sang mama yang berusia 77 tahun akan kembali membina rumah tangga setelah suaminya pergi menghadap Yang Maha Kuasa.

Sang nenek ini secara fisik memang masih fit, masih lincah dan masih aktif juga berwiraswasta. Pokoknya masih gesit lah dengan kondisi finansial yang berkecukupan. Kalau diihat penampilan secara fisik juga biasa saja. Tidak terlihat genit ataupun berusaha memancing perhatian lawan jenis. Semuanya berlangsung biasa dan wajar wajar saja. Almarhum suaminya juga mantan pegawai salah satu bank pemerintah dan punya jabatan. Anak anaknya sudah pada mandiri dan tergolong berhasil, walaupun terlalu dini untuk menyebutnya sukses. Anak tertua adalah seorang dokter spesialis, anak yang lainnya juga pada hidup dengan berkecukupan dan punya kedudukan di instansi masing masing tempat mereka bekerja. Semua anak anaknya sudah mandiri dan memiliki rumah sendiri.  Sang Nenek ini mendiami rumahnya yang juga merangkap tempat kost. Rumah tinggal yang dibangun bersama almarhum suaminya. Rumah dengan 30 kamar yang sebagian besarnya dikostkan. Ya, kebayang kan kemampuan finansialnya. Dan terlebih dari semua itu, sang nenekpun masih dikaruniahi kesehatan yang bener bener fit. Pergi ke pasar masih mampu naik angkot, membawa belanjaan sendiri, padahal yang bersangkutan punya kendaraan sendiri bahkan sanggup menggaji sopir. Tapi begitulah si oma. Katanya dia perlu untuk selalu beraktivitas fisik untuk menunjang kesehatannya.Ya kira kira segitulah saya menggambarkan kondisi sang calon pengantin wanita.

Selanjutnya semuanya berlangsung wajar wajar saja, tiba tiba menjadi bagai petir di siang bolong, kala wanita berusia sepuh 77 tahun inipun mengajukan niatnya untuk membina rumah tangga lagi yang katanya dengan mantan kekasihnya saat mereka masih di bangku SMA. Pria sepuh yang juga sudah menduda sejak istrinya meninggal beberapa waktu yang lalu .. *so sweeeeeet deh*

So… apakah ini salah? Apakah ini termasuk suatu aib jika ada pernikahan lagi pada usia yang sudah seperti itu?

Oia, ulasan saya dibawah ini adalah dalam kaitannya dengan pernikahan dengan beda usia yang wajar ya… Bukan pernikahan dengan beda usia yang terlalu jauh… Seperti sang nenek menikahi brondong ataupun sang kakek menikahi perempuan yang mungkin seusia anaknya.

Lanjuuuuuut -----

Sekarang ini masih banyak anggapan bahwa menikah itu erat kaitannya dengan kebutuhan sex agar supaya selalu dapat tersalurkan. Jadi bagi para janda yang sudah mengalami menopause sepertinya tidak layak untuk menikah lagi. .untuk apa menikah lagi?? . Tua tua koq masih doyan sex. Apakah hanya sesempit itu konsep kebanyakan orang tentang pernikahan?  Apakah suatu aib jika seseorang berusia lanjut masih ingin mencari pendamping hidup (Dalam hal ini dengan perbedaan usia yang wajar)

Tapi sebetulnya kenapa sih, orang tua yang sudah sepuh koq masih pingin menikah? Gejala masyarakat apa pula ini?  Yuk simak ulasannya


Menikah agar kehidupan menjadi semakin bermakna dan agar tidak kesepian
Pernahkan dibayangkan, seorang tua yang masih fit kesepian di rumah. Suatu hal yang sulit untuk bercengkerama dengan anak anak, karena anak anak juga sudah sibuk dengan urusan keluarga mereka masing masing. Bahkan banyak yang sudah tinggal di tempat yang berbeda. Katakanlah walaupun masih tinggal serumah, juga perhatian anak anak sudah terbagi dengan keluarga mereka.. Sementara jika berinteraksi dengan cucu cucunya juga kadang sudah tidak ‘nyambung’ lagi (kebanyakan loh yaa). Apalagi jika cucunya sudah  beranjak dewasa. Cucu cucu sudah ogah berlama lama ngobrol sama orang yang sudah tua.. Entah mereka mungkin sibuk dengan urusan mereka, atau pula merasa komunikasi sudah tidak nyambung karena mereka hidup dalam jaman yang berbeda. ‘Bahasa’ dan tata cara sudah berbeda.

Orang tua tidak harus menjadi ‘baby sitter’ bagi cucu cucunya ataupun menjadi supervisor baby sitter bagi buyutnya.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk menghabiskan masa tuanya, seorang tua sebaiknya menghabiskan waktunya dengan cucu atau buyut saja.. Wow, nenek bukan baby sitter ataupun supervisor baby sitter. Sudah cukup nenek dulu mengasuh anak, menyekolahkan mereka dan bahkan mengantar mereka hingga ke pelaminan, masa’ masih dijejelin lagi dengan ngemong cucu/buyut? Wow..kalau nenek bermain dengan cucu atau buyut sih wajar wajar saja,, tapi bukanlah suatu kewajiban bahwa sang nenek harus menjadi “baby sitter” ataupun supervisor baby sitter bagi cucu/buyutnya .

Orang yang sudah tua juga butuh seseorang untuk tempat berbagi suka dan duka
Banyak orang beranggapan bahwa  tempat berbagi suka duka sang orang tua adalah kepada anaknya.. Tapi.. wow tidak semudah itu. Apakah anak anak punya waktu untuk selalu melayani orang tuanya? Mendengarkan aneka cerita dari sang orang tua, menemani orang tuanya ngobrol, menemani makan dan lain sebagainya, sementara sang anak sedang sibuk sibuknya berkarir, mengejar target dan hal hal lain yang membutuhkan pencapaian.. Yaa sepertinya tidak ada waktu lah ya.Trus kemana orang tua akan berbagi suka dan dukanya? Masa’ nonggo ke tetangga

Sanggupkah sang anak melayani kebutuhan orang tuanya yang bersifat sangat pribadi sekali?
Sanggupkah seorang anak laki laki melayani kebutuhan pribadi sang mama, atau demikian pula sebaliknya sang anak perempuan melayani kebutuhan pribadi sang papa?  Mengharapkan menantu.??. Aha tidak semudah itu, walaupun masih ada juga mantu yang bersedia melakukan hal tersebut. Tetapi tidak banyak. Sementara dalam urusan melayani kebutuhan pribadi, sang pasanganlah yang akan selalu siap sedia, suka rela  dan selalu siaga untuk melakukannya. Renungkanlah hal ini jika anda termasuk orang yang menentang pernikahan usia sepuh.

Sex sudah bukan hal yang utama bagi pernikahan usia sepuh
Dalam hal ini saya bicara tentang  pernikahan yang wajar, dimana sepasang orang tua sepuh yang berniat membina rumah tangga lagi. Jadi bukan pernikahan terpaut usia yang sangat jauh  Ya… mau ngesex gimanaaa… suami juga sudah tua. Fisik sudah tidak mumpuni, demikian halnya sang nenek juga sudah menopause. He hehe

Pernikahan adalah sesuatu yang suci
Tidak peduli usia berapa. Pernikahan adalah sesuatu yang suci. Ketika semua tahapan dilalui dengan wajar. Misalnya sang perempuan tidak merebut suami orang demikian pula sebaliknya. Sang pria tidak merebut istri orang. Jika kedua belah pihak dalam status sendiri dan sepakat untuk hidup bersama, saling mengisi, saling membahagiakan di usia sepuh. Apa salahnya?


Ya kira kira hal seperti itulah yang perlu menjadi pertimbangan jika suatu saat nenek atau orang tua anda mengutarakan niatnya untuk membina rumah tangga lagi setelah beberapa waktu ditinggal pasangannya. Janganlah menganggap hal itu tabu, memalukan dan lain sebagainya. Berusahalah berempati dengan mereka dan seandainya anda menjadi mereka. 

Yang perlu dipertimbangkan hanyalah kriteria calon pasangannya saja. Apakah betul betul seorang yang baik dengan  niat yang tulus untuk benar benar menjadi teman berbagi dengan orang tua kita.

Semoga tulisan ini dapat menjadi pencerahan



Tuisan ini saya turunkan, karena kepedulian saya terhadap kehidupan orang tua yang kesepian ditengah tengah kesuksesan anak anaknya. Juga kepedulian saya terhadap anggapan masyarakat yang terlalu ekstrim terhadap orang tua yang ingin menikah. Aha tentu saja ini menyangkut pernikahan yang wajar ya… kakek kakek menikah sama nenek nenek, bukan pernikahan dengan selisih usia yang terlalu jauh.

No comments:

Post a Comment