Saturday, January 30, 2016

Renungan kue kering

Kue Kering. Mendengar kata kue kering, sudah pasti langsung terlintas dibenak anda adalah suasana hari raya. Entah itu Lebaran,Natal ataupun Imlek. Hari raya,memang yang ditunggu tunggu oleh banyak orang. Walaupun emang ada extra budget, tetapi suasananya itu yang beda.

Begitu juga saya. Ingatan sayapun menerawang semasa saya masih kecil. Masih anak anak. Setiap menjelang hari raya, salah satu moment yang paling ditunggu adalah acara membuat kue kering. Hahaha pura pura membantu oma (saya dibesarkan oleh oma, karena saat itu ortu masih ‘aktif’ berdinas), tentu saja lebih banyak ngerecokinnya dari pada membantu. Maklum anak kecil.Saya selalu membantu oma, terlebih untuk bikin kue nastar yang hasilnya anda sudah bisa menebaknya sendiri. Pasti selainya kemana mana. Hm alih alih membantu, padahal sebetulnya yang diincer adalah kue nastar jadi. Saat yang paling ‘sensasional’ adalah pada saat kue baki pertama selesai. Mmm.. begitu aromanya sudah semerbak, langsung ngeces aja, walaupun kue belum jadi… Hahaha.. dan saya yakin, anda juga kan?. Dan begitu kuenya matang, langsung sikaaat. Ya begitulah, menurut saya. Kue kering yang paling enak adalah kue kering pada baki pertama. Sensasinya benar benar luar biasa.

Saya termasuk anak yang beruntung, karena kebiasaan oma saya. Kue kering baki pertama memang diperuntukkan bagi keluarga, terlebih untk cucu cucunya. Makan sampai puas. Karena menurut oma saya, emang berapa banyak yang mampu dihabiskan. Paling juga makan beberapa sudah cukup, walaupun nanti minta lagi. Ini memang kebiasaan di rumah saya/ didikan oma saya.


Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Itu kata pepatah orang tua. Lain keluarga, lain kebiasan. Cerita kanak kanak ini pun saya lanjutkan. Masih dalam ‘setting’ masa anak anak saya.Sebagaimana kebiasaan anak kecil (jaman saya) yang sering main ke rumah temannya. Pada suatu waktu, sayapun main ke rumah teman. Saat itu menjelang natal dan masyarakat sudah mulai ramai membuat kue kering. Demikian halnya di rumah teman saya, ortunya juga sedang membuat kue kering. Bau kue kering yang dipanggangpun sudah menyebar kemana mana, sayapun sudah mulai ngeces dan mulai mencari cari alasan agar supaya tetap bermain di rumah teman, jangan pulang dulu. siapa tau ditawarin kue kering… hahhaha (kecil kecil tapi udah tricky).. Dan begitulah singkat cerita, Kue sudah matang dan dikeluarkan dari oven. Hmmm lagi lagi saya harap harap cemas menanti ‘rejeki’ siapa tau ditawarin.  Daaaan,  ketika kue keluar dari oven, teman saya langsung lari menuju meja tempat ibunya mengeluarkan kue dari oven. Kue langsung disamber .. horeeee. Dan ternyata diluar dugaan saya. Tangan teman saya langsung ditepis sama mamanya. Pertanda kue itu tidak boleh diganggu gugat. Nanti saja, kata sang mama. Akirnya saya penasaran juga sambil dengan sabar berharap agar nanti juga ditawarin. Saat yang ditunggu tunggupun tiba, kami dipanggil dan diminta nyicipin kue.. wow senangnya… Tetapi…? Ya ampuuuuun ternyata yang ditawarin ke kami adalah kue gosong yang sudah dicukur arangnya. Kata mamanya, “ini saja, kue yang baik untuk dipakai menjamu tamu pada hari raya nanti.”

Masih dalam kaitannya dengan kue kering. Suatu saat teman sekantor saya laki laki bercurhat ke saya... *saat itu saya masih bekerja ikut orang*. Seputar kue kering. Ceritanya, saat teman saya pulang dari kantor dan masuk rumah. Seisi rumah sudah tercium bau kue kering yang benar benar menggoda. Kebetulan teman saya ini penyuka kue kering.Katanya, benar benar sesuatu jika saat pertama mencium kue kering setelah setahun tidak bergaul dengan kue kering Seperti biasa, sang istri menyambut suaminya dengan menyuguhkan teh./kopi yang ‘ditemani’ kue kering. “Ini loh pa, kue kering keju kesukaan papa”.. wow senangnya so pasti, tetapi alangkah kecewanya teman saya. Ternyata kue kering kesukaan yang disajikan istrinya adalah kue kering gosong yang sudah dicukur arangnya… dan selanjutnya saya sudah tidak nanya lagi… tapi sangat terlihat sinar mata kecewa di wajahnya.

Itu adalah segelintir  hal hal sehari hari yang sering terjadi sehubungan dengan kue kering baki pertama. “Perjalanan” kue kering inipun tidak terhenti sampai di situ. Setelah selesai dibuat, kue kue inipun tampil dengan manisnya. Ditata rapih dalam toples dengan penampilan yang sangat menggiurkan, dan tentu saja dengan full segel. Sekeliing toples langsung diberi lakban. Dengan alasan agar kue tidak melempem. Apakah hanya itu alasannya? Tentu saja tidak. Alasan lainnya adalah agar gak ada yang ngambil kuenya..Maka jadilah si kue kering ini bak selebritis, terpajang dengan manis dan cantik. Namun hanya sebatas dilihat saja, dan sampai jumpa pada hari raya seusai tamu tamu pulang.

Nah, disinilah renungan kue kering ini dimulai. Sering kita terlalu sibuk mencitrakan diri kita pada khalayak ramai. Berusaha tampil semaksimal mungkin, menjamu orang dengan luar biasa. Alih alih untuk membahagiakan orang lain, tetapi mungkin lebih cocok dikatakan bahwa agar orang tau kita ini mampu. Mungkin kita lupa, ada rasa kecewaa sang anak saat kita tidak mengijinkan mereka untuk mencoba kue kering baki pertama dengan alasan untuk disuguhkan ke tamu. Apakah pernah terpikirkan, jika anak anda main ke tempat temannya dalam keadaan yang sama, saat tuan rumah juga sedang membuat kue kering. Bisakah anda membayangkan tatapan mata sang anak yang begitu kepingin mencicipi kue kering dengan kualitas oke? Apa anda tidak kasihan? Ingat… kue kering tidak sama dengan biskuit atau aneka snack lainnya yang selalu ready stock di warung ataupun toko toko terdekat. Walaupun kita punya uang belum tentu pada saat itu kita bisa langsung membeli kue kering.

Itu baru dari sudut anak. Bagaimana jika kita melihat dari sudut suami? Begitukah cara kita menghargai sang suami yang sudah bersusah payah mencari nafkah untuk keluarga? Begitukah perwujudan rasa kasih sayang kita terhadap suami tercinta, yakni dengan memberinya kue gosong yang sudah dicukur arangnya sementara yang kualitas lebih baik malah kita sajikan untuk orang lain? Bahkan dipajang semanis mungkin dengan full segel lakban? Orang lainkah yan gmenjadi prioritas?

Ingat… kehidupan ini tidak selamanya putih, terkadang abu abu bahkan tidak jarang juga hitam. Kita tidak tau 100 persen sepak terjang suami kita. Maksud saya disini bukan suami bermain mata dengan wanita lain. Tetapi bukan tidak mungkin jika ada wanita yang tertarik padanya sementara suami juga tertarik pada wanita itu. Bagaimana jika anda memperlakukan suami dengan tidak ‘standar’ sementara dia diperlakukan dengan ‘standar’ oleh wanita yang dia sebetulnya tertarik?

Tanpa bermaksud menggurui., Tapi kajilah semua itu teman teman. Perlakukanlah orang orang terkasih kita dengan sebagaimana layaknya. Biarkanlah mereka mencicipi kue kualitas terbaik pada saat hasrat sedang menggebu gebu. Toh berapa banyak yang akan mereka makan? 

Lah, trus kue gosongnya dibuang dong? Ow, tidak sama sekali. Kue gosong yang sudah dicukur arangnya masih tetap bisa kita sajikan kepada mereka. Tapi biarlah mereka merasakan sensasi kue kering baki pertama, merasakan kenikmatan dan sensasinya, baru kemudian kita sajikan yang kualitasnya lebih rendah. Hal ini walaupun kecil namun sangat berarti sekali.

Semoga renungan ini dapat bermanfaat. Selamat berkarya dan berikanlah yang terbaik untuk keluarga kita. 

No comments:

Post a Comment